PENTINGNYA KETERAMPILAN SASTRA, BAHASA, DAN BUDAYA DEMI PENINGKATAN BERBUDAYA JAWA

Dua orang mahasiswa bergiliran bereportase di depan para peserta Studium General “Peningkatan Keterampilan Bahasa, Sastra, dan Budaya”, yang dilaksanakan FB UNY apada Kamis (15/3). Kedua mahasiswa itu tampil layaknya reporter berita berbahasa Jawa yang sedang melaporkan kegiatan Sekaten. Walaupun canggung dan harus siap disambut gelak tawa, kedua mahasiswa tersebut berusaha menunjukkan kemampuan terbaiknya untuk dikritisi oleh Andi Wisnu, S.S., programmer JogjaTV. “Keterampilan berbahasa Jawa sudah baik, namun masih perlu pemolesan karena isi pelaporan presenter berbeda dengan yang digunakan Master of Ceremony,” komentar Andi.

Dalam presentasinya, Andi memaparkan keterampilan presenter berita bahasa Jawa  harus bisa membedakan bahasa yang digunakan presenter/penyiar dan MC. “Isi laporan seorang presenter lebih berkaitan dengan detail kejadian di suatu tempat dalam bentuk 5W+1H, sedangkan isi laporan MC masih bersifat runtutan acara dan cenderung datar,” terangnya. Selain itu, seorang presenter yang sedang meliput juga harus sudah dibekali dengan kesiapan materi. Andi menerangkan, “misalnya dalam pelaporan berita Grebeg Sekaten, seorang presenter harus sudah mengerti tentang tata upacara acara tersebut agar tidak ada kekeliruan pelaporan berita hanya karena mengandalkan informasi dari sekitar”. Karena menurutnya, jurnalis budaya tidak cukup mengandalkan keterampilan komunikasi jurnalisme semata namun juga harus memiliki pengetahuan budaya setempat.

Kazunori Toyoda, M.A, peneliti karya Ranggawarsita dari Jepang mengatakan, mahasiswa Pendidikan Bahasa Jawa harus mengerti tentang sastra Jawa, khususnya Ranggawarsita, karena karya Ranggawarsita adalah intisari kebudayaan Jawa. “Saya sebagai orang Jepang berminat dengan karya Ranggawarsita tetapi sayangnya mahasiswa di Jawa tidak banyak tahu tentang karya ini”, ungkapnya. Kazunori lalu memaparkan sekilas tentang hasil penelitiannya tentang karya Ranggawarsita, “Serat Cemporet karya pujangga ini mengisahkan cerita cinta antara Dewi Suritna dan Jaka Prayana tapi ternyata banyak tema-tema utama dalam kisah ini.” Salah satu yang membuatnya terkesan adalah tema tentang kewajiban raja untuk mendengarkan rakyatnya dan tuntunan wanita untuk bersikap lembut dan sopan, yang menurutnya  mencerminkan karakter dari budaya Jawa.

Wakil Dekan I Dr. Widyastuti Purbani, M.A. mendorong peserta studium general untuk terus meningkatkan keterampilan bahasa, sastra dan budaya daerah. “Kita seharusnya malu dengan keberadaan peneliti Jepang yang tertarik belajar tentang sastra dan budaya Jawa, padahal kita tidak,” ungkapnya membuat sanubari peserta stadium tersentil. “Jadi alangkah baiknya kita memanfaatkan kesempatan dari studium general ini untuk terus belajar tentang bahasa, sastra, dan budaya demi meningkatkan budaya Jawa.”(Febi/ls)