Bahasa Indonesia
English
You are here
Seminar Keris dalam Temu Budaya Nusantara XXXI: Menghadirkan Warisan Adiluhung sebagai Wujud Pelestarian dan Apresiasi Seni
Primary tabs

Yogyakarta, 15 Oktober 2025. Sebagai bagian dari rangkaian Temu Budaya Nusantara XXXI, Departemen Pendidikan Bahasa Daerah sebagai tuan rumah mengadakan seminar Seminar Kebudayaan Nasional dengan tema Sastra Jumbuhing Rasa: Menghadirkan Keris dan Wayang sebagai Wujud Pelestarian dan Apresiasi Seni pada Rabu, 15 Oktober 2025. Seminar yang diselenggarakan di Gedung Performance Hall Fakultas Bahasa, Seni, dan Budaya, Universitas Negeri Yogyakarta menghadirkan dua narasumber, yakni Drs. Alexandri Luthfie R., M.S. dan Dr. Komang Puteri Yadnya Diari, S.S., M.Pd. yang membahas nilai spiritual dan filosofi yang terkandung daam warisan budaya adiluhung keris.
Dalam paparannya, Drs. Alexandri Luthfie R., M.S. yang merupakan kurator Grha Keri menjelaskan bahwa keris disebut Tosan Aji, berasal dari kata tosan yang berarti besi dan aji yang berarti sesuatu yang diajeni atau dihormati. Ia menjelaskan bahwa praktik penciptaan keris terkadang berawal dari proses kreatif yang dibangun melalui teks atau sastra. Dalam tradisi klasik, beberapa kisah empu dan keris diabadikan dalam karya sastra, seperti kakawin, macapat, dan gancaran. Dalam hal ini, karya sastra berperan sebagai sumber inspirasi dan ide yang dialihwahanakan dari aksara ke rupa. Narasumber menyebutnya sebagai “manifestasi manunggal”, yaitu pertemuan antara rasa estetika, cipta, dan karsa dalam proses penciptaan karya budaya.
Sementara itu, Dr. Komang Puteri Yadnya Diari, S.S., M.Pd. yang merupakan akademisi dari Bali memaparkan bahwa keris tidak lagi digunakan sebagai senjata. Keris merupakan manifestasi spiritual hidup, simbol kekuatan, dan penanda status sosial. Dalam masyarakat Hindu Bali, kaum Brahmana memiliki gaya keris tersendiri yang mencerminkan statusnya. Lebih lanjut, Dr. Komang menjelaskan konsep rwe bhineda, penyatuan dua hal yang bertentangan: kebaikan dan keburukan. Pamor keris merupakan simbol penyatuan dua kutub yang berlawanan ini yang melambangkan keseimbangan hidup manusia. Letak keris yang disimpan di belakang juga wujud kerendahan hati. Keris sebagai simbol kekuatan tidak lagi dipamerkan tetapi disimpan dan akan dikeluarkan di saat yang tepat.
Melalui seminar ini, peserta diajak untuk memahami bahwa keris bukan hanya senjata atau karya seni, tetapi bisa dimaknai sebagai cerminan spiritualitas dan kebijaksanaan hidup. Hal ini sejalan dengan semangat pelestarian dan apresiasi seni yang menjadi tema Temu Budaya Nusantara XXXI.
Mari bersama merajut kebhinekaan, melestarikan tradisi, dan mempererat persaudaraan melalui seni dan budaya Nusantara.
SDGS11 # Sustainable Cities and Communities
SDGs #11 Komunitas Kota
Melindungi Warisan Budaya dan AlamDunia
Kontak Kami
Jalan Colombo No. 1, Karangmalang, Yogyakarta 55281
Telepon (0274) 550843, (0274) 546719 ext. 519, Fax (0274) 548207
Website : http://fbs.uny.ac.id
Email : humas_fbs@uny.ac.id, pend_bahasa_jawa@uny.ac.id
Copyright © 2025,